Unsur Terbentuknya Negara - Suatu organisasi atau masyarakat
politik dapat dikatakan sebagai negara apabila memenuhi unsur–unsur pokok yang
harus ada dalam negara. Adapun unsur–unsur yang harus ada dalam negara menurut
Oppenheim Lauterpacht adalah : (a) rakyat, (b) daerah, dan (c) Pemerintah yang
berdaulat. Ketiga unsur itu disebut sebagai unsur Konstitutif atau pembentuk.
Disamping ketiga unsur pokok tersebut masih ada unsur tambahan (disebut unsur
deklaratif) yaitu berupa Pengakuan dari negara lain. Unsur negara tersebut
diatas merupakan unsur negara dari segi hukum tata negara atau organisasi
negara.
Selain itu juga ada unsur negara ditinjau dari segi
negara sebagai subyek dalam hukum internasional yaitu suatu negara yang akan
mengadakan hubungan dengan negara lain, maka negara harus memenuhi unsur
sebagaimana yang dirumuskan dalam Konvensi Montevideo 1933 yaitu : (a) daerah
tertentu, (b) penduduk yang tetap, (c) pemerintah, (d) kesanggupan berhubungan
dengan negara lain, dan (e) pengakuan.
a. Rakyat
Rakyat adalah semua orang yang berdiam dalam suatu
negara atau yang menjadi penghuni negara. Rakyat merupakan unsur terpenting
dari negara karena rakyatlah yang pertama–tama berkepentingan supaya
oraganisasi dapat berjalan lancar dan baik. Antara bangsa dengan rakyat adalah
sama-sama sebagai penghuni negara, namun terdapat perbedaan yaitu bangsa
merupakan penghuni negara dalam arti politis sedangkan rakyat merupakan penghuni
negara dalam arti sosiologis.
Rakyat suatu negara dapat dibedakan :
- mereka yang berstatus Penduduk, sedangkan penduduk negara dibedakan antara warga negara dan bukan warga negara.
- mereka yang berstatus bukan Penduduk.
Penduduk :
orang–orang yang bertempat tinggal dan menetap di dalam wilayah negara.
Bukan Penduduk : semua orang yang berada di suatu wilayah negara hanya untuk sementara waktu
Warga negara : mereka yang berdasarkan hukum menjadi anggota suatu negara dan mengakui pemerintahan negaranya sebagai pemerintahnya. Diantara warga negara dapat dibedakan anatar warga negara asli dan warga negara keturunan.
Bukan warga negara : mereka yang tidak mempunyai ikatan hukum dengan negara dan mereka tidak mengakui pemerintahan negara sebagai pemerintahnya.
Bukan Penduduk : semua orang yang berada di suatu wilayah negara hanya untuk sementara waktu
Warga negara : mereka yang berdasarkan hukum menjadi anggota suatu negara dan mengakui pemerintahan negaranya sebagai pemerintahnya. Diantara warga negara dapat dibedakan anatar warga negara asli dan warga negara keturunan.
Bukan warga negara : mereka yang tidak mempunyai ikatan hukum dengan negara dan mereka tidak mengakui pemerintahan negara sebagai pemerintahnya.
b. Wilayah
Sebagai
tempat menetap rakyat dan tempat pemerintahan melakasanakan kegiatan, maka
negara memerlukan wilayah. Wilayah (daerah) negara meliputi :
1) Wilayah
daratan.
Adalah segala sesuatu yang terlihat di atas bumi seperti sungai, rawa dan gunung. Untuk menentukan batas wilayah daratan pada umumnya ditentukan melalui perjanjian antar negara yang bertetangga. Batas wilayah daratan dapat berupa :
- Batas alam, seperti gunung, sungai, danau, lautan dsb.
- Batas buatan, seperti pagar kawat, pagar tembok, tugu atau monumen dan sebagainya.
2) Wilayah
lautan.
Lautan yang
merupakan daerah suatu negara disebut laut teritorial, sedangkan laut yang
berada di luar laut teritorial disebut laut terbuka. Suatu negara belum tentu
mempunyai wilayah lautan, seperti negara–negara yang terletak ditengah–tengah
benua dan dikelilingi negara lain, Contoh Swiss, Mongolia dsb.
Mengenai
lautan terdapat 2 (dua) konsep pokok yang saling bertentangan yaitu :
- Res Nulius : menyatakan bahwa laut tidak ada pemiliknya, karena itu laut dapat diambil dan dimiliki sebagai wilayah oleh setiap negara.
- Res Communis : menyatakan bahwa laut merupakan milik bersama masyarakat internasional, karena itu laut tidak dapat diambil dan dimilki sebagai wilayah oleh setiap negara.
Secara
kenyataan dalam praktek sejak dulu hingga sekarang menunjukkan bahwa laut dapat
dimiliki dan dijadikan sebagai wilayah kedaualatan suatu negara, walaupun
kepemilikannya harus memepertimbangkan kepentingan masyarakat internasional
dalam bentuk kebebasan pelayaran.
Untuk menentukan batas wilayah lautan tidak semudah menetapkan batas wilayah daratan sebab batas wilayah lautan lebih banyak permasalahannya dan bermacam–macam peraturannya. Dalam hukum internasional belum terbentuk adanya keseragaman ketentuan mengenai lebar laut teritorial setiap negara dan kebanyakan negara menentukan sendiri– sendiri batas laut teritorialnya, ada yang 3 mil (Indonesia sebelum Deklarasi Juanda), 12 mil (seperti Saudi Arabia, RRC, Chile, dsb), 200 mil (El Savador), dan 600 mil (Brazilia).
Pada dewasa ini masalah yang berhubungan dengan lautan diatur dalam Konvensi Hukum Laut internasional tahun 1982 yang diadakan di Mentengo Bay (Jamaica) pada tanggal 10 Desember 1982.
Untuk menentukan batas wilayah lautan tidak semudah menetapkan batas wilayah daratan sebab batas wilayah lautan lebih banyak permasalahannya dan bermacam–macam peraturannya. Dalam hukum internasional belum terbentuk adanya keseragaman ketentuan mengenai lebar laut teritorial setiap negara dan kebanyakan negara menentukan sendiri– sendiri batas laut teritorialnya, ada yang 3 mil (Indonesia sebelum Deklarasi Juanda), 12 mil (seperti Saudi Arabia, RRC, Chile, dsb), 200 mil (El Savador), dan 600 mil (Brazilia).
Pada dewasa ini masalah yang berhubungan dengan lautan diatur dalam Konvensi Hukum Laut internasional tahun 1982 yang diadakan di Mentengo Bay (Jamaica) pada tanggal 10 Desember 1982.
Konvensi
Hukum Laut internasional tahun 1982 antara lain menentukan :
- Batas Laut teritorial sejauh 12 mil laut.
- Batas zone bersebelahan sejauh 24 mil laut.
- Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) sejauh 200 mil laut.
- Batas landas Kontinen ditetapkan sejauh 200 mil atau lebih; dalam wilayah ini negara pantai dapat mengadakan eksploitasi dan eksplorasi dengan kewajiban membagi keuntungan yang diperolehnya kepada masyarakat internasional.
3) Wilayah
udara.
Adalah
meliputi ruang angkasa/udara yang berada di atas wilayah daratan dan laut
teritorial negara. Kekuasaan atas wilayah udara diatur dalam perjanjian Paris
tahun 1919 tentang Navigasi Udara yang kemudian diganti dengan Konvensi Chicago
1944 tentang Penerbangan Sipil Internasional, yang antara lain menyebutkan
bahwa setiap negara mempunyai kedaulatan yang utuh dan eksklusif di ruang udara
yang ada di atas wilayah negaranya dan jarak ketinggian kedaulatan negara di
udara ditentukan oleh kesanggupan pesawat udara mencapai ketinggian tertentu,
yang selalu berubah tergantung kepada kemajuan teknologi penerbangan.
4) Daerah ekstrateritorial (daerah konvensional).
4) Daerah ekstrateritorial (daerah konvensional).
Yaitu
merupakan wilayah atau tempat–tempat yang menurut kebiasaan hukum internasional
diakui sebagai wilayah/daerah kekuasaan negara tertentu, meskipun sebenarnya
wilayah atau tempat itu berada di wilayah negara lain.
Contoh : (a) Tempat perwakilan diplomatik (kedutaan, (b) Kapal laut berbendera negara tertentu yang berlayar di laut terbuka
c. Pemerintah yang berdaulat
Menurut
Utrecht, istilah “Pemerintah” mempunyai 3 pengertian :
- Pemerintah sebagai gabungan dari semua badan kenegaraan atau perlengkapan dari seluruh alat perlengakapan negara yang berkuasa memerintah dalam arti luas yang meliputi badan legeslatif, eksekutif dan yudikatif.
- Pemerintah sebagai kepala negara atau badan kenegaraan tertinggi yang berkuasa memerintah di wilayah suatu negara.
- Pemerintah sebagai organ (Badan) eksekutif, seperti Presiden, Wakil Presiden dan Menteri–Menteri negara (di Indonesia), Kabinet atau Dewan Menteri (di Inggris).
Memperhatikan
pemikiran Utrecht, maka dapat kita simpulkan bahwa Pemerintah dalam arti luas
itu meliputi gabungan semua alat–alat perlengkapan negara, sedangkan Pemerintah
dalam arti sempit adalah Kepala negara saja atau Organ eksekutif.
Dari pengertian di atas, yang merupakan pemerintah sebagai unsur negara adalah pemerintah dalam arti luas yakni gabungan seluruh alat–alat perlengkapan negara. Dan pemerintah itu harus berdaulat. Pemerintah yang berdaulat adalah kedalam dapat mengatur kehidupan rakyatnya dan ditaati oleh rakyatnya, sedangkan keluar dapat mempertahankan kemerdekaannya dan mengadakan hubungan dengan negara lain.
Dari pengertian di atas, yang merupakan pemerintah sebagai unsur negara adalah pemerintah dalam arti luas yakni gabungan seluruh alat–alat perlengkapan negara. Dan pemerintah itu harus berdaulat. Pemerintah yang berdaulat adalah kedalam dapat mengatur kehidupan rakyatnya dan ditaati oleh rakyatnya, sedangkan keluar dapat mempertahankan kemerdekaannya dan mengadakan hubungan dengan negara lain.
Kedaulatan.
Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Istilah kedaulatan pertama kali diperkenalkan oleh Jean Bodin (1530 – 1593). Menurutnya kedaulatan itu sebagai kekuasaan mutlak, abadi dan asli dari suatu negara.
Sifat–sifat
pokok kedualatan :
- Permanen : kedaulatan akan tetap ada selama negara itu masih ada.
- Absolut : dalam negara tidak ada kekuasaan lain yang lebih tinggi dari kekuasaan negara.
- Tidak dibagi-bagi : kedaulatn merupakan satu–satunya kekuasaan tertinggi.
- Tidak terbatas : kedaulatan itu meliputi semua orang dan golongan tanpa kecuali.
- Asli : kedaulatan tidak berasal dari kekuasaan lain yang lebih tinggi.
Sumber
Kedaulatan.
Ada beberapa
teori yang membahas secara rasional mengenai bagaimana dan asal mula
kedaulatan. Teori–teori itu antara lain :
1) Teori Kedaulatan Tuhan.
Menurut
teori ini yang disebut juga teori Theokrasi, kekuasaan tertinggi dalam negara
adalah berasal dari Tuhan. Dasar pemikiran teori ini adalah keyakinan bahwa
alam semesta beserta isinya adalah ciptaan Tuhan, demikian pula kedaulatan yang
ada pada pemerintah atau raja adalah berasal dari Tuhan. Penganut teori
Theokrasi antara lain F. J. Stahl dan Mr. de Savornin Lohman.
2) Teori Kedaulatan Raja.
2) Teori Kedaulatan Raja.
Kedaulatan
negara terletak ditangan raja dan keturunannya, raja mendapat kekuasaan
langsung dari Tuhan. Oleh sebab itu raja dalam memerintah harus berkuasa secara
mutlak bahkan cenderung sewenang–wenang. Raja dalam menjalankan kekuasaannya
hanya bertanggung jawab kepada dirinya sendiri dan kepada Tuhan, sehingga raja
tidak perlu tunduk pada hukum maupun moral, oleh karena itu negara adalah raja
karena yang berdulat ialah raja. Peletak dasar teori kedaulatan raja adalah
Machiavelli, ia menyatakan bahwa negara yang kuat hendaknya dipimpin oleh
seoarang raja yang memiliki kedaulatan yang tidak terbatas (mutlak), srhingga
dapat melaksanakan cita–cita bangsa sepenuhnya, kalau perlu raja melanggar
hukum konstitusi dan hukum moral. Penganut teori ini antara lain : Jean Bodin,
Thomas Hobbes, F. Hegel.
3) Teori Kedaulatan Rakyat.
Menurut
teori ini, rakyatlah yang berdaulat dalam negara dan mewakilkan kekuasaannya
kepada suatu badan yaitu Pemerintah. Apabila pemerintah dalam melaksanakan
tugasnya tidak sesuai dengan kehendak rakyat, maka rakyat akan bertindak
mengganti pemerintah tersebut dengan pemerintah yang baru. Penganjur teori ini
adalah : Jean Jacques Rousseau, John Locke, Montesquieu.
4) Teori Kedaulatan Negara.
Menurut
paham ini, negaralah sebagai sumber kedulatan dalam negara. Negara (dalam arti
Gouvernment = Pemerintah) dianggap mempunyai hak yang tidak terbatas terhadap
kehidupan kebebasan dan ekonomi (Life, liberty and property) dari warganya,
sehingga penguasa dalam menjalankan kekuasaannya tidak dibatasi hukum.
Warga negara
bersama hak miliknya dapat dikerahkan untuk kepentingan kebesaran negara,
mereka tunduk kepada hukum bukan karena suatu perjanjian melainkan karena hukum
itu kehendak negara. Oleh karena itu setiap tindakan rakyat harus menurut
kehendak negara, sedangkan negara sendiri tidak perlu tunduk kepada hukum sebab
negara sendirilah yang membuat hukum.
Penganut
teori kedaulatan negara antara lain :
- George Jellinek.
- Paul Laband : “Tidak ada negara tidak ada kekuasaan tertinggi”.
5) Teori
Kedaulatan Hukum.
Menurut
teori ini, kekuasaan tertinggi dalam negara terletak pada hukum. Dasar
pemikiran teori ini adalah bahwa pemerintah memiliki atau mendapat kekuasaan
atau kewenangan berdasarkan hukum yang berlaku, oleh sebab itu yang berdaulat
adalah hukum. Negara harus mentaati tata tertib hukum karena hukum terletak di
atas kekuasaan manapun dalam negara. Pemerintah dan lembaga negara lain dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya harus menurut hukum yang berlaku. Oleh sebab
itu menurut Krabbe sebaiknya negara merupakan negara hukum yang berarti bahwa
setiap tindakan negara harus berdasarkan atas hukum.
Penganut teori kedaulatan hukum adalah : Immanuel Kant, Krabbe dan Leon Duguit.
Gagasan negara hukum tersebut di atas, mula pertama kalinya dicetuskan oleh Immanuel Kant dan gagasannya itu disebut negara hukum murni/klasik/dalam arti sempit atau negara hukum formal. Pada jaman modern, teori negara hukum murni sudah banyak ditinggalkan orang dan diganti dengan teori negara hukum modern/dalam arti luas atau negara hukum material dan disebut juga sebagai negara kesejahteraan (Welfare State) yang dikembangkan oleh Kranenburg dan Utrecht.
Penganut teori kedaulatan hukum adalah : Immanuel Kant, Krabbe dan Leon Duguit.
Gagasan negara hukum tersebut di atas, mula pertama kalinya dicetuskan oleh Immanuel Kant dan gagasannya itu disebut negara hukum murni/klasik/dalam arti sempit atau negara hukum formal. Pada jaman modern, teori negara hukum murni sudah banyak ditinggalkan orang dan diganti dengan teori negara hukum modern/dalam arti luas atau negara hukum material dan disebut juga sebagai negara kesejahteraan (Welfare State) yang dikembangkan oleh Kranenburg dan Utrecht.
d. Pengakuan dari negara lain
Pengakuan
negara lain bukanlah merupakan syarat mutlak berdirinya negara, karena
pengakuan bukan merupakan unsur pembentuk negara melainkan hanya bersifat
menerangkan saja adanya negara baru. Suatu negara akan tetap tegak berdiri
walaupun negara itu tidak mendapat pengakuan dari negara lain. Contoh :
- AS merdeka tahun 1776, baru diakui Inggris tahun 1783.
- Indonesia merdeka tahun 1945, baru diakui Belanda tahun 1949.
Ada 2 (dua)
teori tentang pengakuan :
a. Teori
Deklaratif (Declaratory theory).
Menurut teori ini, apabila semua unsur–unsur negara telah dimiliki oleh suatu masyarakat politik, maka dengan sendirinya telah merupakan sebuah negara dan harus diperlakukan sama seperti negara–negara yang lebih dulu ada oleh negara–negara lain. Sehingga pengakuan hanyalah bersifat pencatatan belaka pada pihak negara lain bahwa negara baru itu telah mengambil tempat disamping negara lain yang telah lebih dulu ada.
b. Teori Konstitutif (Constitutive theory).
Menurut teori ini, walaupun suatu masyarakat politik telah memiliki semua unsur– unsur kenegaraan, akan tetapi tidaklah secara otomatis dapat diterima sebagai negara ditengah–tengah pergaulan masyarakat internasional. Sehingga suatu negara baru dapat diterima ditengah–tengah pergaulan internasional harus mendapat pengakuan dari negara lain terlebih dahulu atau dengan kata lain suatu negara baru dianggap ada setelah mendapat pengakuan dari negara–negara lain.
Pengakuan ada 2 (dua) macam :
a. Pengakuan de facto :
Suatu
pengakuan terhadap negara baru yang didasarkan pada suatu fakta atau kenyataan
bahwa negara itu telah mempunyai unsur–unsur pokok berdirinya negara. Pengakuan
ini bersifat sementara , dan pengakuan de facto dapat menimbulkan akibat antara
negara yang mengakui dan yang diakui dapat mengadakan hubungan yang bersifat
terbatas, misalnya membuka Kantor Dagang.
b. Pengakuan de jure :
Suatu
pengakuan terhadap negara baru secara resmi menurut hukum. Pengakuan ini
biasanya diberikan apabila negara yang mengakui sudah merasa yakin bahwa negara
yang diakui benar–benar talah mampu mempertahankan kedaulatanya, sehingga
negara baru itu dianggap telah mampu dan sanggup untuk memenuhi kewajiban–
kewajiban internasioanl. Pengakauan de jure bersifat tetap, dan pengakuan ini
dapat menimbulkan akibat antara negara yang mengakui dan yang diakui dapat
mengadakan hubungan secara luas di segala bidang, misalnya hubungan diplomatik,
hubungan konsuler.
No comments:
Post a Comment