Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd
PERTAMA :
QADAR
Qadar, menurut bahasa yaitu: Masdar (asal kata) dari qadara-yaqdaru-qadaran, dan adakalanya huruf daal-nya disukunkan (qa-dran). [1]
Qadar, menurut bahasa yaitu: Masdar (asal kata) dari qadara-yaqdaru-qadaran, dan adakalanya huruf daal-nya disukunkan (qa-dran). [1]
Ibnu Faris
berkata, “Qadara: qaaf, daal dan raa’ adalah ash-sha-hiih yang menunjukkan
akhir/puncak segala sesuatu. Maka qadar adalah: akhir/puncak segala sesuatu.
Dinyatakan: Qadruhu kadza, yaitu akhirnya. Demikian pula al-qadar, dan
qadartusy syai’ aqdi-ruhu, dan aqduruhu dari at-taqdiir.” [2]
Qadar (yang
diberi harakat pada huruf daal-nya) ialah: Qadha’ (kepastian) dan hukum, yaitu
apa-apa yang telah ditentukan Allah Azza wa Jalla dari qadha’ (kepastian) dan
hukum-hukum dalam berbagai perkara
.
Takdir adalah: Merenungkan dan memikirkan untuk menyamakan sesuatu. Qadar itu sama dengan Qadr, semuanya bentuk jama’nya ialah Aqdaar. [3]
.
Takdir adalah: Merenungkan dan memikirkan untuk menyamakan sesuatu. Qadar itu sama dengan Qadr, semuanya bentuk jama’nya ialah Aqdaar. [3]
Qadar,
menurut istilah ialah: Ketentuan Allah yang berlaku bagi semua makhluk, sesuai
dengan ilmu Allah yang telah terdahulu dan dikehendaki oleh hikmah-Nya. [4]
Atau:
Sesuatu yang telah diketahui sebelumnya dan telah tertuliskan, dari apa-apa
yang terjadi hingga akhir masa. Dan bahwa Allah Azza wa Jalla telah menentukan
ketentuan para makhluk dan hal-hal yang akan terjadi, sebelum diciptakan sejak
zaman azali. Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mengetahui, bahwa semua itu akan
terjadi pada waktu-waktu tertentu sesuai dengan pengetahuan-Nya dan dengan
sifat-sifat ter-tentu pula, maka hal itu pun terjadi sesuai dengan apa yang
telah ditentukan-Nya. [5]
Atau: Ilmu Allah,
catatan (takdir)-Nya terhadap segala sesuatu, kehendak-Nya dan penciptaan-Nya
terhadap segala sesuatu tersebut.
KEDUA :
QADHA’
Qadha’, menurut bahasa ialah: Hukum, ciptaan, kepastian dan penjelasan.
Asal (makna)nya adalah: Memutuskan, memisahkan, menen-tukan sesuatu, mengukuhkannya, menjalankannya dan menyele-saikannya. Maknanya adalah mencipta. [6]
Qadha’, menurut bahasa ialah: Hukum, ciptaan, kepastian dan penjelasan.
Asal (makna)nya adalah: Memutuskan, memisahkan, menen-tukan sesuatu, mengukuhkannya, menjalankannya dan menyele-saikannya. Maknanya adalah mencipta. [6]
Kaitan
Antara Qadha’ dan Qadar
1. Dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan qadar ialah takdir, dan yang dimaksud dengan qadha’ ialah penciptaan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
1. Dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan qadar ialah takdir, dan yang dimaksud dengan qadha’ ialah penciptaan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
“Maka Dia
menjadikannya tujuh langit… .” [Fushshilat: 12]
Yakni,
menciptakan semua itu.
Qadha’ dan
qadar adalah dua perkara yang beriringan, salah satunya tidak terpisah dari
yang lainnya, karena salah satunya berkedudukan sebagai pondasi, yaitu qadar,
dan yang lainnya berkedudukan sebagai bangunannya, yaitu qadha’. Barangsiapa
bermaksud untuk memisahkan di antara keduanya, maka dia bermaksud menghancurkan
dan merobohkan bangunan tersebut. [7]
2. Dikatakan
pula sebaliknya, bahwa qadha’ ialah ilmu Allah yang terdahulu, yang dengannya
Allah menetapkan sejak azali. Sedangkan qadar ialah terjadinya penciptaan
sesuai timbangan perkara yang telah ditentukan sebelumnya. [8]
Ibnu Hajar
al-Asqalani berkata, “Mereka, yakni para ulama mengatakan, ‘Qadha’ adalah
ketentuan yang bersifat umum dan global sejak zaman azali, sedangkan qadar
adalah bagian-bagian dan perincian-perincian dari ketentuan tersebut.’” [9]
3.
Dikatakan, jika keduanya berhimpun, maka keduanya berbeda, di mana masing-masing
dari keduanya mempunyai pengertian sebagaimana yang telah diutarakan dalam dua
pendapat sebelumnya. Jika keduanya terpisah, maka keduanya berhimpun, di mana
jika salah satu dari kedunya disebutkan sendirian, maka yang lainnya masuk di
dalam (pengertian)nya.
[Disalin
dari kitab Al-Iimaan bil Qadhaa wal Qadar, Edisi Indoensia Kupas Tuntas Masalah
Takdir, Penulis Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Penerjemah Ahmad Syaikhu, Sag.
Penerbit Pustaka Ibntu Katsir]
__________
Foote Note
[1]. An-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits, Ibnu Atsir, (IV/22).
[2]. Mu’jam Maqaayiisil Lughah, (V/62) dan lihat an-Nihaayah, (IV/23).
[3]. Lihat, Lisaanul ‘Arab, (V/72) dan al-Qaamuus al-Muhiith, hal. 591, bab qaaf - daal - raa’.
[4]. Rasaa-il fil ‘Aqiidah, Syaikh Muhammad Ibnu ‘Utsaimin, hal. 37.
[5]. Lawaami’ul Anwaar al-Bahiyyah, as-Safarani, (I/348).
[6]. Lihat, Ta-wiil Musykilil Qur-aan, Ibnu Qutaibah, hal. 441-442. Lihat pula, Lisaanul ‘Arab, (XV/186), al-Qaamuus, hal. 1708 bab qadhaa’, dan lihat, Maqaa-yiisil Lughah, (V/99).
[7]. Lisaanul ‘Arab, (XV/186) dan an-Nihaayah, (IV/78).
[8]. Al-Qadhaa’ wal Qadar, Syaikh Dr. ‘Umar al-Asyqar, hal. 27.
[9]. Fat-hul Baari, (XI/486).
[10]. Lihat, ad-Durarus Sunniyyah, (I/512-513).
Courtesy of almanhaj.or.id
__________
Foote Note
[1]. An-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits, Ibnu Atsir, (IV/22).
[2]. Mu’jam Maqaayiisil Lughah, (V/62) dan lihat an-Nihaayah, (IV/23).
[3]. Lihat, Lisaanul ‘Arab, (V/72) dan al-Qaamuus al-Muhiith, hal. 591, bab qaaf - daal - raa’.
[4]. Rasaa-il fil ‘Aqiidah, Syaikh Muhammad Ibnu ‘Utsaimin, hal. 37.
[5]. Lawaami’ul Anwaar al-Bahiyyah, as-Safarani, (I/348).
[6]. Lihat, Ta-wiil Musykilil Qur-aan, Ibnu Qutaibah, hal. 441-442. Lihat pula, Lisaanul ‘Arab, (XV/186), al-Qaamuus, hal. 1708 bab qadhaa’, dan lihat, Maqaa-yiisil Lughah, (V/99).
[7]. Lisaanul ‘Arab, (XV/186) dan an-Nihaayah, (IV/78).
[8]. Al-Qadhaa’ wal Qadar, Syaikh Dr. ‘Umar al-Asyqar, hal. 27.
[9]. Fat-hul Baari, (XI/486).
[10]. Lihat, ad-Durarus Sunniyyah, (I/512-513).
Courtesy of almanhaj.or.id
No comments:
Post a Comment